Sunday 30 January 2011

Apple iphone 4 Black (16GB) (AT&T)

Product Description
At just 9.3mm, the iPhone 4 is thin as a rake but the front and back are 30 times stronger than the usual plastic. Reason - aluminosilicate glass, the stuff that windshields of military choppers are made of. The periphery of this Apple smartphone is customized alloy, 5 times stronger than steel. Your accidental dropping will not hurt the world’s thinnest smartphone yet. The Retina Display packs in 4 times the amount of pixels (326 per inch) of iPhone 3, and makes the text and images slicing sharp. Add a 960 x 640 pixel screen and watching HD movies on this Apple smartphone becomes a gasp. When you become a shutterbug behind the iPhone 4 camera, you shoot 5 megapixel images and high-definition videos at 720p resolution, with the LED flash and autofocus making things easier. With Wi-Fi, the FaceTime feature of this 5-megapixel phone gets you into true worldwide video chat and ‘staying in touch’ becomes real personal. And all it takes to choose between the front and rear camera on the iPhone 4 is a tap. The 3-axis gyro, when coupled with accelerometer, results in 6-axis motion sensing, and that is as good as it can ever get for gaming on a cell phone. With 7 hours of talk time (3G)/10 hours of video/40 hours of audio, this 5-megapixel phone packs in enough power to let you do fast multitasking and then some more – there are over a 100 new features thrown in.


Details
Dimensions (WxDxH):2.31 inch x 4.5 inch x 0.37 inch
Weight:4.8 ounces

Data
Internet Browser:Yes
Wireless Interface:Bluetooth 2.1 EDR, IEEE 802.11b, IEEE 802.11g
Share:

Sunday 16 January 2011

Lagu "Gayus" Favorit di Gorontalo


Lagu ciptaan musisi Gorontalo, Bona Paputungan atau Bang Bona, berjudul "Andai Aku Jadi Gayus Tambunan" kini menjadi lagu favorit warga di daerah tersebut.
Lagunya enak dan pas sekali dengan kondisi di Indonesia saat ini, apalagi diciptakan oleh musisi asal Gorontalo.
-- Yudin
Sejumlah warga mengunggah lagu tersebut melalui YouTube dan mengedarkannya melalui telepon seluler.
Bahkan lagu itu kini menjadi favorit para sopir becak motor (bentor), yang berulang kali memutar lagu itu tersebut sambil mengemudikan kendaraan.
"Lagunya enak dan pas sekali dengan kondisi di Indonesia saat ini, apalagi diciptakan oleh musisi asal Gorontalo," ujar Yudin, sopir bentor, Sabtu (15/1/2011).
Menurut Yudin, lagu tersebut layak diapresiasi karena lahir dari ketidakpuasan masyarakat atas bobroknya penegakan hukum saat ini.
Tak hanya itu, fenomena lagu "Andai Aku Jadi Gayus Tambunan" tersebut menjadi perbincangan hangat di situs jejaring sosial.
Terlebih Bona Paputungan mengaku sering diteror sejumlah orang sejak lagu itu diberitakan oleh beberapa televisi nasional.
Lagu itu menggambarkan sepak terjang Gayus yang bebas melakukan apa pun meski menjadi tersangka kasus penggelapan pajak. Bahkan sang pencipta lagu juga berperan sebagai pemeran videoklip, yang tampak mirip dengan Gayus Tambunan.
Lagu berdurasi 4 menit 47 detik yang diposting di YouTube pada 14 Januari dan itu kini diunggah lebih dari 7.480 orang.
Bona sendiri merupakan mantan narapidana yang pernah merasakan getirnya berada di balik jeruji besi. Kondisinya sungguh berbanding terbalik dengan yang dialami Gayus.
Share:

Friday 14 January 2011

Turbulensi Mandala

Trisia, kau yakin Mandala tak jatuh lagi?” tanya seorang wartawan di Medan, Sumatera Utara. Trisia Megawati, mantan Head of Corporate Communication Mandala, merasa tertohok. Dia terdiam, sebelum menguasai diri dan menjelaskan kebangkitan Mandala Air.Boeing 737-200 Mandala RI-091, yang jatuh di Padang Bulan, Medan, 5 Oktober 2005, menewaskan 143 orang, adalah titik nadir Mandala. Masa itu, sulit membujuk warga Indonesia, apalagi orang Medan, kembali terbang dengan Mandala.
Juli 2009, bisa disebut puncak kegemilangan Mandala setelah bersama Garuda Indonesia dinyatakan lolos larangan terbang ke Eropa. Mandala lantas mengangkuti pegawai Sampoerna, Total, Schlumberger, PAMA, hingga Kadin. Orang mulai melihat Mandala sebagai pesaing Garuda.
Namun, Rabu (12/1/2011), secara mengejutkan, Presiden Direktur Mandala Airlines Diono Nurjadin mengumumkan penghentian sementara operasional maskapai itu. ”Semoga sebelum 45 hari dapat beroperasi lagi,” ujarnya. Padahal, Diono pada Juni 2007 di Perancis dengan optimistis menandatangani kontrak pembelian 25 unit Airbus A320 senilai 1,9 miliar dollar AS.
Turbulensi Mandala memang mengejutkan. Kondisi Mandala sangat bertolak belakang dengan ”semangat” yang terjadi maskapai lain, sebut saja Garuda Indonesia, pada saat bersamaan melakukan penawaran saham perdana. Adapun Indonesia AirAsia, pada Februari 2011 akan menjemput pesawat barunya, Airbus A320, ke Toulouse, Perancis.
Sementara Mandala, restrukturisasi telah membuat maskapai ini tak terbang. Penundaan kewajiban pembayaran utang segera dimohonkan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Mandala berharap ada dana segar dari investor baru.
Ada apa dengan Mandala? Ternyata, Mandala tak lagi ”menguasai” pesawat. Maskapai ini pernah memiliki 11 pesawat, tetapi kemudian enam pesawat ditarik pemilik sewa guna usaha (lessor). Mulai Kamis (13/1/2011), lima pesawat juga ditarik pemilik sewa guna usaha.
Pesawat itu ditarik pemilik sewa guna usaha karena Mandala tak mampu memenuhi kewajiban pembayarannya. Ada informasi, hal ini karena harga sewa pesawat terlalu tinggi. Jika demikian, apakah tak ada proses tawar-menawar saat negosiasi sewa pesawat. Atau, ini dampak dari ketidakmampuan Mandala bersaing dengan maskapai lain, di zona penerbangan berbiaya murah (low cost carrier), baik di penerbangan domestik maupun regional. Hanya manajemen Mandala yang tahu, apa yang sebenarnya terjadi?
Turbulensi Mandala agak aneh karena di maskapai ini ada Indigo Partners USA, yang memegang 49 persen saham sejak April 2006. Indigo adalah perusahaan yang berpengalaman mengelola maskapai, berkongsi dengan Tiger Air (Singapura), Spirit (AS), Wizz (Hongaria) dan Abnanova (Rusia). Mandala pada masa Warwick Brady menjadi Chief Executive Officer pernah menjadi barometer keselamatan penerbangan Indonesia
Namun, bisa jadi pendapat bahwa ”jagoan di luar belum tentu di Indonesia”, itu benar. Pasar Indonesia memang ”ajaib”. Loyalitas kepada maskapai bergantung pada murahnya tiket bukan merek. Di sisi lain, ada kelompok masyarakat yang haus pelayanan dan gengsi. Berapa pun harga tiket Garuda, tetap dipilih.
Oleh karena itu, bila ingin sukses dan terbang lebih tinggi harus serius menetapkan positioning-nya. Restrukturisasi operasional Mandala pernah berhasil, tetapi kini itu saja belum cukup. Mandala juga harus berhasil dalam restrukturisasi komersial.
Share:

Our Fanpage