Monday 1 November 2010

Indonesia Butuh Armada Pesawat Amfibi


Jakarta,fannynewsform.blogspot.com--Indonesia sebagai negara kepulauan membutuhkan armada pesawat amfibi yang bisa mendarat dan tinggal landas di air untuk menjangkau daerah terpencil dan sangat berguna sebagai sarana tanggap bencana. Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo yang ditemui di Jakarta, Sabtu (30/10/2010) kemarin, mengatakan, terakhir kali satuan pesawat amfibi digunakan untuk operasi pemadaman kebakaran hutan Kalimantan tahun 1997.
"Waktu itu disewa pesawat amfibi water bomber Beriev 200 buatan Russia. Pesawat itu juga memiliki bucket untuk mengangkut air sungai atau danau yang ditumpahkan di sumber api," kata Dudi. Pesawat sejenis yang populer di dunia saat ini adalah Bombardier CL-142 buatan Kanada. Jepang juga memiliki pesawat sejenis, yakni Shinmewa, yang merupakan turunan dari tipe pesawat amfibi yang mereka gunakan semasa Perang Dunia II, Kawanishi.
Pesawat amfibi, ujar Dudi, dapat digunakan untuk mengirim tenaga bantuan, logistik, hingga evakuasi medis secara cepat. "Kita belajar berulang kali terjadi bencana di daerah terpencil dan penanganan lambat karena ketiadaan sarana transportasi yang memadai. Pesawat amfibi merupakan salah satu solusi tanggap bencana dalam waktu dekat. Pesawat amfibi dalam situasi normal dapat digunakan untuk angkutan penumpang dan barang di tempat-tempat terpencil," Dudi menjelaskan.
Beberapa tahun lalu, dia menambahkan, pesawat Twin Otter dengan kemampuan amfibi masih beroperasi di Papua. Demikian pula di masa silam, diketahui bahwa para misionaris di Kalimantan mengoperasikan pesawat Cessna dengan kemampuan amfibi. Pada masa Hindia Belanda, dioperasikan pesawat amfibi canggih dari jenis Dornier DO-24 buatan Jerman dan PBY-5 Catalina. Pesawat-pesawat itu berjasa untuk mengevakuasi personel Sekutu ketika Pulau Jawa dan Sumatera diserang Jepang pada tahun 1942.
Pesawat amfibi Hindia Belanda sebagian berbasis di Pangalengan, Bandung, dan Danau Situ Bagendit, Garut, di Jawa Barat. Pemerintah militer Jepang membangun pangkalan pesawat amfibi di Oosthaven (Teluk Betung dan Tanjung Karang, Lampung). Pada awal tahun 1950-an hingga 1960-an, TNI AU masih mengoperasikan pesawat amfibi jenis PBY-5 Catalina. Sementara TNI AL mengoperasikan pesawat amfibi Grumman Albatros hingga tahun 1970-an.

Share:

Ancaman Baru di Era Twitter dan Facebook


 Siapa tak kenal Facebook dan Twitter? Pengguna Internet era ini pasti nyaris tak bisa lepas dari dua ajang gaul dunia maya itu. Facebook dan Twitter merupakan implementasi dari web 2.0.
Apa itu web 2.0? Ini merupakan generasi terkini yang paling mendunia dari web, di mana semua pengguna web dapat mempublikasikan dan menerima informasi secara bebas, untuk saling berkolaborasi dan sosialisasi. Jika di era web 1.0 kita hanya dapat mengakses informasi saja, dengan segala keterbatasannya, maka di web 2.0 kita dapat membagikan informasi yang kita punya, baik itu bersumber dari kita sendiri atau dari sumber lain. Kita juga dimungkinkan langsung berinteraksi dengan sesama pengguna web.

Dengan semua kelebihan itu, tak heran jika web 2.0 membuat banyak orang tertarik menggunakan Internet. Mereka yang awalnya tidak kenal dunia maya, menjadi penasaran dan ingin mencoba, sebab kehebohan daya tarik web 2.0 ini.
Memang menyenangkan, bahkan mencandui sebagian orang. Sehari saja tidak mengakses Facebook atau Twitter, rasanya ada yang kurang. Sayangnya masih banyak orang belum sadar bahwa semua kemudahan berbagi dan mengakses informasi itu disertai dengan ancaman lain, yaitu malware yang juga memanfaatkan celah-celah yang ada.

Seperti kita tahu, beragam aplikasi web 2.0 tidak hanya digunakan di rumah, namun juga di lingkungan korporat. Berarti ada banyak data penting perusahaan yang dapat menjadi target para pencipta malware. Pengguna sendiri tidak sadar bahwa dirinya menjadi target serangan, karena terlalu asik menikmati banyak kemudahan, bahkan juga asik bersosialisasi memperluas jejaring pertemanan maupun bisnis.
Yang lebih parah adalah jika pengguna tidak tahu kalau dirinya justru membantu serangan tersebut dan juga menjadi korbannya. Dari laboratorium virus kami, terlihat bahwa jejaring sosial kian popular menjadi sasaran pembuat malware. Setiap tahun, jumlah sampel malware yang berhubungan dengan jejaring sosial berlipatganda dibanding tahun sebelumnya.

Konsep anyar yang ditawarkan web 2.0 adalah mengubah gaya navigasi klasik menjadi jauh lebih interaktif. Bahkan pengguna bisa terus berhubungan melalui web 2.0 dengan perangkat bergeraknya seperti ponsel. Ya, ini seperti pemahaman di mana manusia terus menerus terhubung satu sama lain dengan web 2.0 sebagai medianya, dan beragam perangkat canggih yang mendukung. Di mana saja, kapan saja.

Malware sebelum web 2.0
Kini kita coba telaah apa yang membuat malware ikut menjadikan web 2.0 sebagai sasaran utamanya. Bagaimana malware menyebar sebelum era web 2.0?
Perjalanan virus komputer dan malware kira-kira sama dengan perjalanan informasi itu sendiri. Di masa lalu, informasi secara fisik dipindahkan dari satu komputer ke komputer lain menggunakan media penyimpanan yang bervariasi. Pada awal tahun 1980-an, informasi menyebar melalui jejaring data pribadi yang mahal. Baru kemudian perlahan jaringan tersebut mulai digunakan oleh kalangan pebisnis untuk email dan transmisi informasi. Pada akhir dekade 1990 mulai banyak kasus serangan virus pada komputer di ranah pribadi dan bisnis, yang biasanya menyerang melalui email.

Tanpa terasa World Wide Web begitu cepat berkembang menjadi sebuah platform yang sangat bernilai bagi pertukaran informasi, perdagangan global, dan produktivitas dunia kerja. Perlahan tapi pasti, kita sadar bahwa tak semua informasi bisa kita bagi ke semua orang. Di sinilah kita ketahui bahwa informasi menjadi sangat berharga, hanya layak dibagikan ke pihak tertentu dan menjadi berbahaya ketika bocor atau rusak.

Selama itu juga muncul yang disebut dengan Era worm internet, dimana terjadi serangan Code Red, Blaster, Slammer dan Sasser ke sejumlah jaringan korporat. Tidak ketinggalan virus Melissa yang juga menyerang email, serta datang melalui pesan instan atau aplikasi peer-to-peer. Semua menargetkan Microsoft, sebab memang sistem operasi itu paling banyak dipakai. Mereka menghadapi semua serangan itu dengan penambahan firewall, dam menjalankan sejumlah mekanisme mitigasi anti-worm. Pengguna juga diajak untuk rajin memperbarui aplikasi pengaman Windows.

Mengapa web 2.0 Menjadi Sasaran Empuk Malware dan Penjahat Cyber? Dalam tahun-tahun terakhir, situs jejaring sosial menjadi salah satu sumber informasi paling popular di Internet. RelevantView dan eVOC Insights memprediksi bahwa pada tahun 2009 situs jejaring sosial digunakan oleh 80 persen pengguna Internet seantero dunia, yang artinya lebih dari satu miliar orang.
Pertumbuhan popularitas ini sudah pasti diketahui oleh para penjahat krinimal dunia maya. Maka tak heran sejumlah situs menjadi sasaran utama malware dan spam, di samping sejumlah tindak kejahatan lain.

Situs jejaring sosial seperti Facebook, MySpace atau Twitter, telah memukau jutaan pengguna Internet, sekaligus juga pelaku kriminal cyber.

Separah apakah serangan terhadap jejaring sosial ini? Pada Januari 2008, sebuah aplikasi Flash bernama Secret Crush yang berisi link ke program AdWare terdapat pada Facebook. Lebih dari 1,5 juta pengguna mengunduhnya sebelum disadari oleh administrator situs.

Kaspersky Lab pada Juli 2008 mengidentifikasi sejumlah insiden yang melibatkan Facebook, MySpace dan VKontakte. Net-Worm.Win32.Koobface. menyebar ke seluruh jaringan MySpace dengan cara yang sama dengan Trojan-Mailfinder.Win32.Myspamce.a, yang terdeteksi di bulan Mei.

Twitter tak kalah jadi target, ketika pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis mengunduh Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco. LinkedIn juga tak luput dari serangan malware pada Januari 2009, dimana penguna ditipu agar mengklik profil sejumlah selebriti, padahal mereka sudah mengklik link ke media player palsu. Sebulan kemudian YouTube menjadi incaran malware.

Bulan Juli 2009 kembali Twitter menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mempu membajak akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan menjangkiti semua follower. Semua kasus itu hanya sebagian dari begitu banyak kasus penyebaran malware di seantero jejaring sosial.

Ancaman di era web 2.0
Akhir tahun 2008 Kaspersky Lab mengumpulkan lebih dari 43.000 file berbahaya yang berhubungan dengan situs jejaring sosial. Salah satu worm yang paling terkenal menyerang situs jejaring sosial adalah Koobface yang terdeteksi sebagai Net-Worm.Win32.Koobface. Worm ini popular saat sekitar setahun lalu menyerang akun Facebook dan MySpace.

Struktur umum serangan ke web 2.0 biasanya terdiri dari tiga langkah. Pertama, pengguna menerima link dari teman berupa informasi enarik, misalnya video klip. Kedua, pengguna diminta untuk menginstal program tertentu agar bisa menonton video itu. Ketiga, setelah diinstal, program ini diam-diam mencuri akun pengguna dan meneruskan trik serupa ke pengguna lain

Metode itu hampir sama dengan cara worm menyebar melalui email. Worm yang terdistribusi melalui situs jejaring sosial hampir 10 persen sukses menginfeksi. Koobface juga memberi link ke program antivirus palsu seperti XP Antivirus dan Antivirus2009. Program spyware tersebut juga mengandung kode worm.

Ancaman ke situs jejaring sosial jauh lebih mengerikan dari ke email. Mengapa? Selain terinfeksi worm, akun yang bersangkutan juga menjadi korban botnet, bahkan si pemiliknya juga terkena imbasnya. Botnet mampu mencuri nama dan pasword pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu merugikan pihak lain, seperti permintaan transfer uang. Jadi yang menjadi korban bukan hanya akunnya, melainkan pemilik akun itu sendiri, serta pihak lain yang dikirimi pesan palsu.

Sisi lemah manusia
Satu hal paling penting dari serangan terhadap web 2.0 adalah faktor komponen kelemahan manusia ,terutama ketika berhadapan dengan pengguna yang tidak paham bahwa komputernya sudah terinfeksi.

Situs jejaring sosial masa kini menawarkan kostumisasi tambahan dan fungsi berfitur kaya untuk berbagi konten personal, file foto, atau multimedia dengan sebanyak mungkin orang di dunia maya. Situs ini memungkinkan pengguna berbagi pikiran dan minat dengan sesama teman atau komunitas. Secara umum, pengguna situs jejaring sosial saling percaya satu sama lain. Ini artinya jika mereka menerima pesan dari temannya, maka akan langsung mengkliknya begitu saja tanpa kecurigaan pesan itu sudah disisipi oleh malware.

Hari ini masih banyak orang yakin bahwa menggunakan browser Web sama dengan melakukan window shopping atau pergi ke perpustakaan di dunia nyata. Takkan ada yang terjadi tanpa sepengetahuan mereka. Padahal di Web, sekali saja kita mengklik link yang salah, atau tanpa disengaja, maka sama artinya sudah mempersilakan pencuri atau pengintai masuk ke rumah kita. Ya, pencuri atau penyadap di dunia maya tidak kasat mata seperti halnya di dunia maya.

Ambil contoh, aplikasi penyingkat URL yang sering diperlukan di mikroblog seperti Twitter. Karena katakter pesan hanya dibatasi hingga 140 karakter, maka pengguna harus menggunakan aplikasi penyingkat URL saat menyisipkan link ke situs lain. Aplikasi penyingkat URL seperti TinyURL, Is.gd atau Bit.ly tidak akan memperlihatkan nama URL yang sesungguhnya. Cukup keterangan saja dan link yang sudah mereka ringkas.
Bayangkan jika akun si pengguna sudah disusupi Botnet tanpa ia sadari. Botnet akan menggunakan akun Twitter-nya, memposting "Klik foto saya yang imut ini" lalu diikuti URL yang sudah diringkas, maka teman-temannya akan langsung mengklik. Malware yang terkandung dalam link itu akan membawa si korban ke situs lain yang memang sudah dipersiapkan untuk"menjebaknya".

Situs jejaring sosial seperti Facebook biasanya berkolaborasi dengan situs-situs lain agar bisa saling terkoneksi. Mereka ini disebut sebagai partisi ketiga, alias pihak ketiga setelah facebook itu sendiri, dan penggunanya. Banyak kasus dimana partisi ketiga justru dijadikan vektor alias "kendaraan" dari penyerang.

Ada dua pertanyaan yang bisa kita ajukan untuk mendalami masalah ini. Berapa banyak pengguna Facebook menambahkan aplikasi partisi ketiga di profilnya? Berapa banyak yang mereka ketahui mengenai apa yang sesungguhnya dilakukan oleh aplikasi partisi ketiga itu?

Di atas kertas, para pakar mengatakan bahwa Facebook maupun jejaring sosial lain harus memikirkan ulang cara mereka mendesain dan mengembangkan application programming interface (API). Disebutkan bahwa provider jejaring sosial semestinya berhati-hati dalam mendesain platform dan API. Mereka harus hati-hari dengan teknologi sampingan yang dipakai para klien, misalnya JavaScript. Operator situs jejaring sosial sebaiknya memiliki developer yang cukup ketat dalam penggunaan API, yaitu yang mampu memberi akses ke sumber yang hanya benar-benar berhubungan dengan sistem.

Setiap aplikasi yang berjalan di situs jejaring sosial juga semestinya ada di lingkungan terisolasi untuk mencegah interaksi aplikasi dengan host Internet lainnya yang tidak berpartisipasi dalam situs tersebut.

Isu Privasi
Malware bukan hanya satu-satunya masalah ketika kita bicara mengenai situs jejaring sosial. Bagaimana data-data pribadi para pengguna bisa aman adalah pertanyaan lainnya. Lalu, seberapa susahnya sesungguhnya kita melindungi diri sendiri dan data-data kita di situs jejaring sosial?

Ketika orang jahat mendesain serangannya dengan apik, maka para pengguna perlu meningkatkan standar kewaspadaan keamanannya. Advis seperti "Jangan membuka file yang diterima dari sumber yang tidak diketahui" sudah tak lagi berguna, sebab aktivitas serangan sudah mampu menyamar dalam identitas teman yang kita kenal baik. Ini artinya kita bahkan tidak bisa mempercayai pesan atau file yang dikirimkan teman kita sendiri.

Salah satu lapisan perlindungan yang bisa ditambahkan ke browser adalah yang dapat mencegah eksploit. Pengguna sebaiknya melindungi dirinya dari worm XSS dengan hanya mengizinkan eksekusi kode JavaScript dari sumber terpercaya. Pengguna juga semestinya seminim mungkin berbagi alamat pribadi seperti nomor telepon, alamat rumah, dan informasi personal lain.
Memang agak sulit membatasi mana yang boleh dibagi dan yang tidak di situs jejaring sosial. Pada dasarnya setiap orang butuh privasi di belantara dunia maya. Jangan sampai juga kita menjadi korbam trik phishing klasik, terutama ketika muncul laman situs baru saat mengklik aplikasi partisi ketiga yang meminta kita melakukan log-in mengisikan nama, dan sejumlah data pribadi lain. Jika kita ragu atas keaslian laman itu, ada bagusnya kita kembali ke laman asli Facebook dengan mengetik ulang www.facebook.com.

Memang dibutuhkan perlindungan banyak lapis. Solusi keamanan Internet seperti anti-malware adalah pilihan terbaik, namun itu pun diperlukan update yang intens. Pengguna harus terus meningkatkan kewaspadaan dan tingkat keamanannya, sebab penyerang juga akan terus memperbanyak strategi.

Semua kasus yang kita bahas di atas hanya sebuah awal saja. Serangan terhadap situs jejaring sosial kini sudah ada dalam beragam tingkatan, mulai dari malware sampai phishing. Pelaku kriminal dunia cyber akan menggunakan vektor ke web 2.0 lebih dan lebih banyak lagi demi menyebarkan aplikasi berbahayanya. Namun evolusi serangan ke web 2.0 akan seiring juga dengan evolusi yang dilakukan web 2.0 itu sendiri.

Berikut adalah evolusi yang tengah terjadi pada web 2.0. Pertama, Mobilitas. Baik konten maupun tampilan untuk mengaksesnya akan lebih mobile, sehingga keterhantungan pada hardware untuk mengakses serta lokasi fisiknya akan berkurang. Makin bervariasi platform yang dipakai akan mempersulit pembuat malware untuk menerobosnya. Mereka akan kesulitan mengenai sistem operasi dan hardware apa yang akan dipakai si pengguna,.

Kedua, lokalisasi dan kontekstualisasi. Konten dan interface mobile membuat layanannya menjadi lebih baik bagi si pengguna. Semua disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Penjahat cyber mau tak mau juga akan memberlakukan perubahan paradigma ini untuk meningkatkan serangannya.

Ketiga, interoperabilitas. Jejaring sosial memungkinkan kita terkoneksi satu sama lain, maka harus ada sistem keamanan yang dibangun oleh jejaring dan penggunanya sendiri. Problem keamanan ini bisa mudah ditingkatkan jika jejaring sosial itu mulai menyatukan layanannya.


Artikel ini dipublikasikan dengan izin AVAR (Anti Virus Asia Researchers). Pertemuan AVAR 2010 akan diadakan tanggal 17-19 November 2010 di Nusa Dua, Bali mempresentasikan 30 paper sekuriti dari para pakar sekuriti dunia. Informasilebih lanjut di http://www.avar2010.org
Sumber :VaksincomDibaca : 15764


    
Share:

Samsung Galaxy Tab Yakin Kalahkan iPad

JAKARTA,fannynewsform.blogspot.com



Samsung meluncurkan produk terbarunya, Samsung Galaxy Tab, Sabtu (30/10/2010). Peluncuran yang digelar di Plaza Senayan itu adalah peluncuran kedua yang dilangsungkan di Asia Tenggara, setelah sebelumnya diadakan di Thailand.
Eka Anwar, Head of Marketing HHP Division PT Samsung Electronics Indonesia, optimistis bahwa penjualan Samsung Galaxy Tab akan bagus, terutama jika melihat antusiasme konsumen di hari pertama peluncurannya. Ia bahkan yakin penjualan tablet baru keluaran Samsung ini mampu mengalahkan penjualan iPad buatan Apple.
"Saya yakin penjualan produk ini mampu mengalahkan iPad sebab Samsung Galaxy Tab punya keunggulan di portability. Ukurannya lebih kecil, hanya 7 inci, jadi di tangan enak. Selain itu, produk ini juga bisa buat nelepon. Jadi, it does everything," ungkapnya.
Ia mengatakan, saat ini Samsung hanya perlu membangun brand-nya. Hal itu ditekankan sebab mungkin brand lain bisa dengan mudah laku sebab citranya sudah kuat. Ia cukup optimistis dalam membangun citra itu karena saat ini penjualan Samsung pun meningkat dari nomor 3 dunia menjadi nomor 2 dunia.
Menanggapi komentar Steve Jobs bahwa ukuran tablet 7 inci dianggap terlalu kecil, Eka mengatakan, "Saya tidak setuju bahwa ukuran 7 inci terlalu kecil dan 10 inci-lah yang paling enak. Yang menentukan enak atau tidak enak itu kan konsumen, mereka memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Mungkin juga ada yang bilang 10 inci itu kekecilan karena yang dibutuhkan laptop."
Ia mengatakan bahwa ukuran 7 inci cocok karena pas dengan genggaman. Selain itu, bisa dimasukkan dalam saku celana sehingga memudahkan dalam membawa. Dengan ukuran tersebut, pengguna juga sudah memiliki layar yang cukup lebar untuk membaca buku digital atau browsing di internet. Ditambah dua kamera yang ada, kata dia, Samsung Galaxy Tab juga bisa memuaskan orang Indonesia yang masih suka ngobrol.
Memungkas pembicaraan, ia justru mengatakan bahwa penjualan tablet 7 inci akan menjadi tren tahun 2011. "Saya yakin penjualan tablet 7 inci akan jadi tren tahun depan. Tidak hanya Samsung, tapi juga produk lain. Saya yakin persaingannya akan sangat kuat."




Penulis: C14-10   |  Dibaca : 10831
Share:

Our Fanpage